KABUPATEN CIREBON -- Pemerintah Kabupaten Cirebon terus berupaya mengentaskan kasus gagal tumbuh pada anak atau stunting dengan melakukan berbagai cara. Dari mulai memberikan suplemen makanan tambahan, vitamin tambah darah, dan mengerahkan surveilans atau pendamping keluarga beresiko stunting.

Hal tersebut disampaikan Wakil Bupati Cirebon, Hj. Wahyu Tjiptaningsih SE MSi disela kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Program Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Kabupaten Cirebon Tahun 2022 di aula kantor Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, Selasa (25/10/2022).

Menurut Ayu, sapaan akrab Wakil Bupati Cirebon, tingginya angka stunting membutuhkan kerja sama semua pihak dalam penanganannya. Penanganan stunting tidak bisa dilakukan hanya oleh Dinas Kesehatan dan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlingungan Anak (DPPKBP3A) saja. Melainkan harus melibatkan semua sektor, karena stunting juga ada keterkaitan dengan kemiskinan.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSBI) tahun 2021, lanjut Ayu, prevalensi stunting di Kabupaten Cirebon mencapai 15.299 atau 9,24 persen. Sementara prevalensi stunting nasional berada diangka 24,4 persen.

“Persentasi Jawa Barat, yakni 218.286 balita untuk tahun 2022. Namun, antara Jawa Barat dengan nasional ada selisih lebih tinggi sedikit, yakni di 24,4 persen untuk nasional. Kalau Jawa Barat 24,5 persen, karena memang jumlah penduduk Jawa Barat juga tinggi,”ujar Ayu.

Oleh karena itu, dalam penanganan stunting, Ayu juga meminta kerja sama dengan sejumlah perusahaan dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR).

Menurutnya, penanganan stunting harus dimulai saat calon ibu rumah tangga masih remaja alias belum menikah. Caranya, dengan melakukan edukasi dan pemberian tablet penambah darah. “Jadi ketika remaja putri ini kekurangan darah, nantinya para calon ibu ini akan melahirkan anak yang stunting. Artinya, penanganan stunting ini tidak bisa di 1000 hari pertama kelahiran saja, tetapi mulai dari remaja putri,” paparnya.

Ayu menerangkan, dirinya akan terus melakukan monitoring sampai ke tingkat desa untuk mempercepat penurunan stunting di Kabupaten Cirebon. Selain itu, juga ada pendampingan keluarga berisiko stunting kepada calon pengantin.

“Pendamping keluarga stunting itu ada 1.749 tim, satu tim ada tiga orang, jadi kurang lebih ada 5.000 lebih orang yang tersebar di seluruh desa dan kelurahan se-Kabupaten Cirebon,” jelasnya.

Lebih lanjut Ayu mengatakan, kasus tertinggi stunting di Kabupaten Cirebon berada di Kecamatan Astanajapura. Pasalnya, di kecamatan tersebut ada beberapa desa yang angkanya masih cukup tinggi selama 2 tahun berturut-turut.

“Ada 28 desa di 9 kecamatan yang masih ada stunting. Desa Sidamulya dan Desa Munjul Kecamatan Astanajapura menjadi desa tertinggi angka stuntingnya. Data tersebut, dikarenakan 2 desa tersebut selama 2 tahun angkanya masih tinggi,” kata Ayu.

 

Ayu berharap, semua desa menganggarkan untuk penanganan stunting warganya masing-masing. Ia mengapresiasi Kuwu Desa Kecomberan Kecamatan Talun yang sudah menganggarkan Rp8 juta dalam satu tahun penanganan stunting. “Saya inginkan agar semua desa seperti Desa Kecomberan dalam penanganan stunting. Kalau bisa sih, harus ada Perbupnya, jadi anggaran untuk stunting di setiap desa itu rata,” pungkasnya.

Hadir dalam kegiatan monev program stunting di kantor Kecamatan Depok itu, Camat Depok Edi Prayitno, Kapolsek Depok, Danramil Plumbon, Kepala Puskesmas Waruroyom, Kepala UPTD P5A, Kepala KUA, kuwu se-Kecamatan Depok, Ketua TP PKK kecamatan dan desa se-Kecamatan Depok, kader posyandu, perwakilan KPM dan perwakilan TPK serta tamu undangan lainnya. (DISKOMINFO)